Sabtu, 13 Maret 2010

Manusia Berencana, Tuhan Menentukan?

Tersebutlah seorang Janda. Usianya sekitar 55 tahun. Sepanjang hidupnya ia telah menikah 3 kali. Dua bercerai mati, satu karena tak cocok lagi. Menurutnya, hanya suami pertama yang ia merasa jatuh hati. Semacam ada cinta sejati, selebihnya cinta itu seakan pergi. Menikah selanjutnya menjadi semacam solusi untuk keluar dari himpitan ekonomi.
Sang Janda terus berlari. Mencari tambatan hati. Merindukan suami, tempat berlabuh mengusir sepi. Meraih mimpi dan bahagia, di sisa-sisa hari.
Hingga suatu hari. Ia bertemu dengan seorang lelaki. Duda usia sebaya di tepi senja. Persis seperti idaman hati. Bahagia pun datang tak terperi. Gayung bersambut. Keduanya mantap memadu hati. Menikah lagi. Konon, persiapan pun mulai tersosialisasi.
Tetapi, tak ada hujan dan tak ada angin. Terjadilah dialog kurang lebih seperti ini:

Duda : "Ibu, maafkan saya, karena tak sanggup melanjutkan rencana ini.."
Janda : "Oh ya, mengapa?"
Duda : "Anak saya tak menyetujui.."
Janda : "Mengapa jadi begini?"
Duda : "Ibu, maafkan saya, --Manusia Berencana, Tuhan Menentukan.."
Janda : "???????" -- bingung dan sedih setengah mati.

Penulis tergugah mendengar cerita asli. Sebuah ungkapan yang mengundang tanya: "Benarkah Manusia Berencana, Tuhan Menentukan?".
Mengapa seringkali, kita menjadikan Tuhan sebagai ALIBI. Untuk menutupi kekurangan dan kesalahan diri. Dalam kasus lain, sering kita mengucapkan: "Nasib, Rejeki, Jodoh dan Mati di Tangan Tuhan", seolah-olah urusan lain tidak di Tangan Tuhan. Bukankah jika sudah disandarkan kepada Tuhan, semua urusan ada dalam genggaman DIA?
Seringkali dalam berencana dan memulai sesuatu, kita tidak menyadari keterlibatan Tuhan, tetapi jika rencana tersebut tidak memberikan hasil sesuai harapan, maka Tuhan seolah berperan sebagai penentu. Padahal, saat kita berencana, bukankah Tuhan juga berperan membuat kita sanggup berencana? Maha Suci Dia untuk berperilaku seperti yang dibayangkan makhluk-Nya.
Penulis kemudian melanjutkan perenungannya. Beberapa sms panjang dikirim, sekedar menghibur hati Sang Janda dan meneguhkan keyakinan Sang Duda. Mengajak semua untuk kembali kepada niat baik, sambil berusaha mengajak bersikap adil. Sesuatu yang tampak mudah dikatakan, tetapi sulit dilaksanakan.
Daripada mengatakan "Manusia Merencanakan, Tuhan Menentukan", lebih terasa indah dan memuaskan akal jika kita mengatakan "Manusia Merencanakan, Tuhan Mengabulkan -- (sepanjang rencana tsb dijalankan sesuai dengan kaidah sebab-akibat dan hukum-hukum universal yang telah ditetapkan-Nya). Karena di sisi lain, Tuhan pernah berjanji: "Man Jadda wa Jada", barang-siapa yang bertekad dan bersungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu, maka dia akan menemukan apa yang diinginkannya (asal dilakukan sesuai "tata-cara"-Nya).
Tuhan Tidak Pernah Ingkar Janji, Bukan?

1 komentar:

  1. aku sangat setuju dengan :"MANJADDA WAJJADDA"karna saya juga pernah diajari hadist itu.pelajaran yang saya dapat dari cerita ini adalah kita tidak boleh bagimana nasib kita.kita juga jika ingin sesuatu harus mau berusaha ok!!!!

    BalasHapus